perkembangan Komunikasi Massa berawal dari Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1946 di gedung Perguruan Tinggi Hunter New York Amerika Serikat. Agenda sidang organisasi terbesar di dunia itu adalah membahas kelangsungan keamanan dunia paska Perang Dunia II. Dari sidang itulah Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa di perkenalkan. Ribuan pengamat politik, pers dan masyarakat biasa dapat menyaksikan sidang penting itu melalui Televisi dari luar gedung yang di jaga ketat oleh aparat keamanan Amerika.
Sejak saat itu, Televisi mulai berkembang ke seluruh penjuru dunia. Amerika Serikat merupakan Negara pertama yang mengembangkan teknologi Televisi secara besar-besaran. Bahkan pada tahun 2003 di Negara tersebut, tidak kurang 750 stasiun siaran Televisi telah di dirikan. Jumlah ini pasti lebih di tahun 2007. Dewasa ini Televisi telah menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat. Hampir di seluruh rumah-rumah penduduk baik di Indonesia maupun di Negara lainnya, telah terdapat Televisi. Ini menunjukkan televisi telah menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia.
Sedangkan di Indonesia sendiri, Televisi baru di perkenalkan pada tahun 1962. Sebagaimana pola komunikasi lainnya, komunikasi massa dari waktu ke waktu terus berubah mengikuti perkembangan zaman. Perubahan ini dapat di lihat dari jumlah stasiun televisi dan program siaran yang di tawarkan ke publik. Dahulu pada awalnya, Indonesia hanya memiliki satu stasiun Televisi, saat itu hanya Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang memancarkan siaran. Untuk Indonesia, paska di cabutnya SIUPP (Surat Izin Penerbitan Pers) tahun 1998, negeri ini telah memiliki sepuluh stasiun siaran televisi baik swasta dan pemerintah.
Kemajuan teknologi komunikasi massa secara visual juga di tampakkan dengan semakin menariknya tayangan yang di sajikan. Bukan itu saja, program siarannya pun kini semakin bervariasi. Dari siaran komedi sampai siaran pariwisata. Dari siaran pendidikan sampai siaran hiburan dan dari siaran yang mengandung nilai humor sampai ke siaran yang mengandung kekerasa. Semuanya di rangkum oleh televisi kita saat ini.
Semakin banyaknya stasiun Televisi yang bermunculan di Indonesia maka seharusnya semakin maju pula negeri ini. Hal ini di karenakan, menurut R. Mar’at dari Universitas Padjadjaran Bandung, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan rasa penasaran para penonton. Kemampuan media Televisi untuk “membius” penontonnya tidak dapat di ragukan. Secara psikologi, jika ada seseorang yang terharu, menangis atau bahkan menjerit saat menonton salah satu program televisi yang di siarkan adalah hal yang wajar.
Persaingan antar stasiun televisi sendiri di Indonesia semakin ketat. Semua stasiun Televisi berlomba-lomba untuk membuat program unggulan yang sedang di minati oleh masyarakat. Tujuannya, agar para pemasang iklan juga mengiklankan produk mereka di stasiun televisi tersebut. Stasiun Televisi jika tidak memiliki penonton, alamat station tersebut tidak akan mendapatkan iklan. Akibatnya, tidak akan ada pemasukan perusahaan. Bahkan tidak jarang, jika telah mengalami penurunan jumlah pemasang iklan, perusahaan Televisi akan meniru program yang di tayangkan oleh salah satu Televisi yang sedang naik daun. Inilah wajah pertelevisian di Indonesia. Kantong perusahaan menjadi nomor satu. Sedangkan program siaran dan efeknya menjadi samar dengan tujuan awal dari perusahaan Televisi di negeri ini. Secara umum semua Televisi di negeri ini bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini juga terdapat dalam batang tubuh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun, fakta berbicara lain. Untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya sebagaimana prinsip ekonomi, perusahaan Televisi mulai melupakan tujuan utamanya. Tayangan kekerasan mulai marak di siarkan di Indonesia. Seluruh stasiun Televisi memiliki program acara jenis ini. Misalnya, program siaran PATROLI di Indosiar, Silet di RCTI dan lain sebagainya. Meningkatnya angka kriminalitas dewasa ini cendrung di tuding televisilah sebagai biangkeroknya. Mungkin kita masih ingat sebuah SMU di Colorado Amerika Serikat dibanjiri darah 25 siswanya. Mereka tewas dibantai dua siswa yang berulah seperti Rambo. Dengan wajah dingin tanpa balas kasihan, mereka memberondong temannya sendiri dengan timah panas. Kejadian ini sungguh menggem-parkan dan banyak pakar yang menuding tayangan kekerasan di televisi atau komputer (game dan internet) sebagai biangkerok tindak kekerasan yang terjadi di kalangan anak. Kasus lainnya adalah pengakuan produser PATROLI Indosiar, Indira Purnama Hadi. Indira bertutur, suatu hari dirinya mewawancarai pelaku pencurian kendaraan bermotor di Sleman, Yogyakarta. Usia pelaku kriminal itu masih sangat muda, sekitar 17 tahun. Dalam sehari pria ini bisa mencuri satu sampai dua kendaraan bermotor. Lalu, si pelaku tindak pencurian ini mengaku, untuk mencuri dia mengikuti jejak dari tayangan Patroli Indosiar.
Lalu inikah yang di sebut mendidik dari siaran Televisi? Bukan hanya itu, prubahan pola tingkah laku remaja saat ini, juga di kait-kaitkan dengan tayangan televise. Artinya, banyak kalangan menilai televise mampu merubah budaya (culture) dan perilaku manusia. Benarkah ini?
Setiap manusia pada hakikatnya sangat membutuhkan komunikasi. Hal ini di karenakan, manusia memiliki sifat untuk saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Jika tidak menggunakan komunikasi antar sesamanya, maka manusia itu akan terisolasi dari dunia yang semakin canggih dan modern ini. Para pakar komunikasi menyebutkan, kebutuhan manusia untuk berkomunikasi di dasari atas dua kebutuhan, yaitu, kebutuhan untuk melangsungkan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan teori dasar biologi.
Harold D. Lasswell salah seorang peletak dasar Ilmu Komunikasi menyebutkan tiga hal, mengapa manusia perlu berkomunikasi, yaitu sebagai berikut:
1. Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi, manusia dapat mengetahui hal-hal yang dapat di manfaatkan, di pelihara dan di menghindar dari hal-hal yang mengancam alam sekitarnya.
2. Upaya manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Proses kelanjutan hidup masyarakat pada dasarnya, tergantung masyarakat itu sendiri. Bagaimana komunitas-komunitas masyarakat di suatu daerah tertentu beradaptasi dengan lingkungannya.
3. Upaya untuk mentranspormasi warisan sosial. Suatu masyarakat yang ingin melangsungkan hidupnya, maka akan melakukan upaya transpormasi sosial terhadap generasi penerusnya. Misalnya, bagaimana seorang Ayah mengajarkan tatakrama terhadap anaknya.
Secara sederhana, Onong Uchjana Efendi menyebutkan komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu. Sementara itu, sebagai salah satu cabang ilmu sosial, Ilmu Komunikasi juga terbagi ke dalam beberapa kajian ilmu lagi. Pembagian ini mengingat keterbatasan manusia untuk menguasai seluruh bidang ilmu. Komunikasi juga mengklasifikasikan diri kedalam Komunikasi Massa, Komunikasi Politik, Komunikasi Antar Budaya dan lain sebagainya.
Komunikasi Massa sendiri menurut Tan dan Wright, merupakan salah satu bentuk yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Secara sederhana, komunikasi massa adalah pesan yang di komunikasikan melalui media massa kepada khalayak dalam jumlah besar.
Dari definisi di atas, dapat di simpulkan, bahwa komunikasi massa harus di menggunakan media massa. Definisi komunikasi massa yang lebih rinci di rumuskan oleh Gerber (1967). Menurutnya, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan pada lembaga dan berkelanjutan serta di sampaikan secara luas.
Ciri-ciri Utama Komunikasi Massa
Ciri utama komunikasi massa terletak pada beberapa hal sebagai berikut:
1. Komunikator Terlembaga
Ciri ini adalah komunikator (penyampai pesan), dalam komunikasi massa komunikator bukanlah personal. Namun, lembaga yang menyampaikan pesan tersebut. Lembaga penyampai pesan komunikasi massa ini adalah media massa itu sendiri, seperti televisi, surat kabar dan radio. Semua media itu bekerja terlembaga. Misalnya, sebuah program tayangan televisi seperti Sergap di RCTI maka terjadinya proses kerja lembaga dalam proses penyajian program tersebut kepda masyarakat. Program itu berawal dari rancangan liputan yang di lakukan oleh wartawan, kemudia wartawan mengirimkan atau menyetorkan hasil liputannya kepada redaktur media tersebut. Redaktur akan mengedit kembali gambar dan tata bahasa yang di gunakan wartawannya. Setelah semuanya berlangsung sesuai prosedur, berita tersebut akan di serahkan ke bagian teknisi untuk di tampilkan ke layar televisi. Skrip berita itu tentunya akan di berikan kepada pembaca berita (presenter). Seluruh proses itu bukan di lakukan secara personal, namun di lakukan oleh tim atau banyak orang. Sehingga di sebutlah komunikator dalam komunikasi massa terlembaga.
2. Pesan Bersifat Umum
Komunikasi massa bersifat terbuka. Hal ini di karenakan, komunikan tersebar di berbegai tempat. Selain itu, pesan bersifat umum maksudnya adalah pesan-pesan yang di sampaikan oleh komunikator di tujukan oleh masyarakat luas atau masyarakat umum. Tidak ada klasifikasi pesan, misalnya di khususkan untuk masyarakat di Pulau Jawa dan lain sebagainya. Meskipun demikian, pesan yang di sampaikan melalui komunikasi massa harus melalui tahap seleksi terlebih dahulu. Pesan itu sendiri dapat berupa peristiwa, fakta dan opini. Namun, tidak semua pesan dapat di tayangkan atau di tampilkan melalui komunikasi massa. Tolak ukur pesan dalam komunikasi massa adalah adanya nilai (value) penting dan menarik di dalamnya. Bagi jurnalis atau wartawan ini di sebut sebagai nilai-nilai berita. Nilai penting dan menarik itu sendiri sangat relatif. Semua itu tergantung bagaimana peristiwa, opini dan fakta tersebut penting di ketahui oleh masyarakat. Sehingga masyarakt tertarik untuk menonton tayangan tersebut. Pada akhirnya, masyarakat tidak akan meninggalkan saluran media komunikasi massa tersebut dan berpindah ke saluran (channel) lainnya.
3. Komunikan Heterogen
Komunikan atau penerima informasi dalam komunikasi massa bersifat heterogen. Hal ini di karenakan, komunikasi massa menyampaikan pesan secara umum pada seluruh masyarakat, tanpa membedakan suku, ras dan usia. Masyarakat yang menerima pesan ini beragam karakter psikologi, usia, tempat tinggal, adat budaya, strata sosial dan agamanya.
4. Media Massa bersifat Keserempakan
Komunikasi massa bersifat keserempakan. Dalam hal ini, keserempakan yang di maksud adalah tayangan atau program siaran di sampaikan secara serempak. Misalnya, sinetron Bawang Merah dan Bawang Putih di RCTI di terima secara serempak oleh seluruh masyarakat Indonesia.
5. Pesan yang di sampaikan satu arah
Dalam komunikasi massa pesan yang di sampaikan oleh komunikator bersifat satu arah. Tidak terjadi interaksi antara komunikator dan komunikan dalam sebuah program siaran. Dewasa ini, sifat satu arah ini lebih dominan dari pada sifat interaksi. Meskipun, pada program khusus, kemungkinan interaksi masih terbuka bebas. Misalnya, program Talk Show, bedah editorial Media Indonesia di Metro TV dan lain sebagainya.
6. Umpan Balik Tertunda (Delayed feed back)
Umpan balik merupakan wujud respon komunikan dari pesan yang di sampaikan oleh komunikator. Umpan balik dalam komunikasi massa bersifat tertunda, dalam arti umpan balik yang di sampaikan oleh komunikan tidak langsung di terima oleh komunikator. Misalnya, sebuah tayangan kekerasan di siarkan oleh salah satu stasiun televisi di Indonesia. Dalam psikologi di sebutkan, respon yang di terima masyarakat terdiri dari mendukung atau menolak tayangan tersebut. Pro dan kontra ini tidak dapat di sampaikan secara langsung saat program tayangan kekerasan tersebut sedang di siarkan. Butuh waktu untuk menyampaikan pesan. Penyampaian pesan ini dapat berupa kritik terhadap tayangan tersebut melalui surat pembaca di media massa dan lain sebagainya.
Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi massa awalnya di cetuskan oleh Laswell pada tahun 1948. Tokoh ilmu Komunikasi yang mendalami Komunikasi Politik ini menyebutkan, fungsi komunikasi massa secara umum adalah untuk pengawasan lingkungan hidup, pertalian dan transmisi warisan sosial.
Wright (1960) menyebutkan fungsi komunikasi massa berguna untuk menghibur. Mandelson berpendapat lain, dia menyebutkan fungsi komunikasi massa dalam hal untuk menghibur akan berpengaruh terhadap trasmisi budaya dan menjauhkan kerapuhan masyarakat. Media massa memiliki nilai edukasi sebagai salah satu fungsinya.
Dari dasar ide dan gagasan para ahli di atas, serangkaian fungsi komunikasi massa untuk masyarakat terdiri sebagai berikut:
1. Informasi
Fungsi informasi terdiri dari sebagai berikut:
- Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam amsyarakat dan dunia.
- Menunjukkan hubungan kekuasaan
- Memudahkan inovasi, adaptasi dan kemajuan.
2. Korelasi
Fungsi korelasi terdiri dari sebagai berikut:
- Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna dan informasi
- Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan
- Melakukan sosialisasi
- Mengkoordinasikan beberapa kegiatan
- Membentuk kesepakatan
- Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatif
3. Kesinambungan
Diantaranya terdiri dari:
- Mengekspresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subculture) serta perkembangan budaya baru\
- Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai
4. Hiburan
Diantaranya terdiri dari:
- Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan sarana relaksasi
- Meredakan ketegangan sosial
5. Mobilisasi
Diantaranya terdiri dari:
- Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala juga dalam bidang agama.
Fungsi lain dari media massa juga di tinjau dari sudut pandang kepuasan indovidual. Hal ini menyangkut tentang kepuasaan individu terhadap tayangan yang di sajikan oleh media massa. Teori tentang kepuasaan atau di sebut dengan fungsionalisme individual ini di sebut Mc Quail sebagai salah satu fungsi media untuk kepentingan pribadi. Mc Quail menyebutkan fungsi media massa atau komunikasi massa untuk kepentingan pribadi sebagai berikut:
1. Informasi
Diantaranya terdiri dari:
- Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia.
- Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalahpraktis, pendapat dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan.
- Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum
- Belajar atau pendidikan diri sendiri
- Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan
2. Indentitas Pribadi
Diantaranya terdiri dari:
- Menentukan penunjangan nilai-nilai pribadi
- Menemukan model prilaku
- Mengindentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media)
- Meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri
3. Integrasi dan Interaksi Sosial
Dianataranya terdiri dari:
- Memperoleh pengetahuan tentang diri orang lain atau empati sosial
- Mengindentifikasi diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki
- Menemukan bahan percakapan dalam interaksi sosial
- Memperoleh teman selain dari manusia
- Membantu menjalankan peran sosial
- Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak-keluarga, teman dan masyarakat
4. Hiburan
Diantaranya terdiri:
- Melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan
- Bersantai
- Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis
- Mengisi waktu
- Penyaluran emosi
- Membangkitkan gairah seks
Teori Komunikasi Massa
Efek komunikasi massa telah lama di perbincangkan dalam khasanah kajian Ilmu Komunikasi. Bahkan, efek ini di kaji secara ilmiah oleh para pemikir atau ilmuan komunikasi. Salah satunya yang membahas tentang efek media adalah wilbur Schraam. Schraam mencetuskan teori Jarum Hipodermik (hypodermic needle theory) dalam istilah indonesia teori ini di kenal dengan teori peluru atau teori tolak peluru. Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan di anggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Pesan-pesan komunikasi massa yang di sampaikan kepada khalayak yang heterogen dapat di terima secara langsung tanpa memiliki filter sama sekali. Artinya, komunikan sangat terbius oleh suntikan pesan yang di sampaikan media massa. Suntikan pesan ini masuk ke dalam saraf dan otak serta melakukan tindakan sesuai dengan pesan komunikasi massa tersebut. Pendapatn Schramm di dukung oleh Paul Lazarzfeld dan Raymond Bauer.
Teori lain yang berbicara tentang efek media massa terhadap publik atau khayaknya adalah teori agenda setting (teori penataan agenda). Teori milik Mc. Combs dan D.L. Shaw menyebutkan jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media tersebut akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jika melihat argumen yang di kemukakan oleh dua pakar komunikasi ini maka, media cendrung membuat agenda tayangannya terhadap publik. Ini yang kemudian di kenal sebagai istilah manajemen media massa. Manajemen media massa sendiri terdiri dari bagaimana mengatur program siaran, proses membuat program tersebut dan lain sebagainya. Media di Indonesia tampaknya memang menganut teori yang satu ini. Dimana dalam kasus Tayangan Kekerasan semua media memiliki tayangan jenis ini dengan nama yang berbeda. Bukan hanya tayangan kekerasan berita yang di tampilkan seperti Patroli, Sergap, Sidik dan lain sebagainya. Namun, tayangan kekerasan lainnya seperti Smack Down dan tayangan sinetron berbau kekerasan turut mendapat tempat di hati publik. Sinetron yang termasuk dalam tayangan kekerasan adalah Sinetron Anak Ajaib yang di perankan oleh Joshua.
Menyangkut terhadap perubahan budaya, media juga berperan penting. Sudah menjadi rahasia umum, media memiliki kemampuan yang luar biasa untuk merubah, menciptakan atau bahkan menghilangkan budaya. Budaya yang telah berkembang di tengah komunitas tertentu secara perlahan akibat terjangan media akan hilang dengan sendirinya. Ini yang tengah terjadi di Indonesia. Teori yang membahas masalah ini yaitu Teori Norma Budaya (cultural norms theory). Dalam teori yang di perkenalkan oleh Melvin DeFleur ini menyebutkan media massa melalui program tertentu dapat menguatkan budaya atau bahkan sebaliknya media massa menciptakan budaya baru dengan caranya sendiri. Penekanan media pada program siaran tertentu akan membuat masyarakat menganggap penting dan mengikuti tindakan-tindakan seperti yang di tampilkan di media tersebut. Contoh yang terjadi di Indonesia adalah kasus Ny. Lia Marfiandi. Ibu muda ini terkejut saat melihat anaknya yang berusia delapan tahun memecahkan piring dan gelas secara tiba-tiba. Bahkan, sang anak tidak merajuk atau lain sebagainya. Sang anak ini mengaku melihat tampilan Joshua dalam sinetron Anak Ajaib. Sehingga, dia melakukan pemecahan piring, gelas dan pas bunga sambil tertawa terbahak-bahak.
C. Budaya
Budaya berasal dari kata budhi atau dalam bahasa sanksekerta buddayah yang berarti budi atau akal. Sedangkan kebudayaan (culture) yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan terutama dalam pengertian ini mengolah tanah atau bertani. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan berarti keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tatakelakuan yang harus di dapatnya dengan belajardan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan Sidi Gazalba menyebutkan kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dengan suatu ruang atau suatu waktu.
Pakar antropologi lainnya R. Linton dalam buku the cultural background of personality menyatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan perbuatan manusia, yang unsur-unsur pembentukannya dididukung serta di teruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Hal yang paling mudah di pahami tentang definisi kebudayaan di cetuskan oleh Melville J. Herkovits. Antropolog Amerika mendefinisikan kebudayaan adalah bagian dari lingkungan buatan manusia. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya dan kebudayaan di tafsirkan dengan arti pikiran atau akal.
Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Untuk lebih jelas, dapat di rinci sebagai berikut:
1. Bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang di lakukan dan di hasilkan manusia. Karena itu meliputi :
a. Kebudayaan material (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, seperti alat-alat perlengkapan hidup.
b. Kebudayaan non material (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat di lihat dan di raba sperti religi, bahsa dan ilmu pengetahuan.
2. Bahwa kebudayaan itu tidak di wariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin di peroleh dengan cara belajar.
3. Bahwa kebudayaan itu di peroleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat akan sulit bagi manusia untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia baik secara individual maupun masyarakat, dapat mempertahankan kebudayaannya.
1 komentar:
assalm, aq lagi mau bikin semacam essay/opini tentang peran media massa terhadap kstabilan keamanan bangsa. minta ijin buat nyantumin sbagian isi blog buat referensi.
boleh ndak ????
mahmud, email : innalilali@gmail.com
Posting Komentar